IRDESS, INDRALAYA, OI – Sejak
adanya warga transmigrasi pada tahun 2009 lalu hingga saat ini, sedikitnya 10
persen dari 1.135 Kepala Keluarga (KK) yang tinggal di transmigrasi Kota
Terpadu Mandiri (KTM) Rambutan Tanjung Pule, Kecamatan Indralaya Utara, dan
Tanah Abang Kecamatan Indralaya Utara, dan Tanah Abang Kecamatan Muara Kuang
dikabarkan ”lari” alias meninggalkan tempat yang sudah disediakan pihak
Pemerintah tersebut. Nah loh???
Menurut Kepala Bidang (Kabid) Pembinaan dan Pengembangan Transmigrasi Dinas
Transmigrasi Kabupaten Ogan Ilir (OI) Saili, lokasi transmigrasi ada dua
lokasi, satu di daerah KTM Kecamatan Indralaya Utara, dan satu lagi di Tanah
Abang Kecamatan Muara Kuang. ”Jumlah rumah warga transmigrasi ini ada 1.135,
masing-masing 1.000 terletak di KTM dan Tanjung Pule, dan sisanya 135 di Tanah
Abang. Dari sekian banyak ini 10 persennya sudah ditinggalkan penghuninya,”
ujar Saili ditemui di ruang kerjanya, Selasa (3/9).
Dia membeberkan, alasan warga trans yang meninggalkan tempatnya tersebut
beragam, mulai dari masalah banjir, lahan garapan tidak siap, dan ada juga yang
mengambil terus dialihkan ke pihak lain. ”Semua yang meninggalkan tersebut
warga Pulau Jawa, ada dari Madiun, Yugyakarta, Jepara, Bantul dan lain
sebagainya yang dari Pulau Jawa. Kalau dari lokal itu keluar masuk saja,” beber
pria berkacamata ini.
Bagi rumah yang kosong ditinggalkan warga ini, pihaknya sudah mengajukan
kepada pihak pusat agar diganti dengan warga yang lain. ”Pastinya untuk pengganti
tidak boleh dari lokal, hanya untuk Pulau Jawa saja,” imbuhnya.
Lebih jauh kata dia, tidak ada target yang ditentukan agar rumah warga
trans terisi semua, melainkan pihaknya hanya memberikan deadline kepada Bupati yang bersangkutan dari Pulau Jawa untuk
menempatkan siapa. ”Kalau tidak nanti, kita minta Bupati kita untuk membuat
aturan sendiri bagaimana baiknya agar rumah-rumah transmigrasi yang kosong ini
bisa terisi semua,” terangnya.
Disinggung mengenai adanya isu rumah transmigrasi yang dijualbelikan oleh
warga dia menuturkan, hal itu tidak masalah asalkan sudah ditunggu selama 20
tahun. ”Kalau di bawah itu, wewenang kita untuk mengurusnya. Ya, seperti diisi
warga lain yang juga dari Pulau Jawa,” tuturnya.
Banyaknya warga Pulau Jawa yang angkat kaki dari pemukiman KTM Rambutan
diakui salah satu warga trans asal Jawa, Hermanuddin (38). Menurut dia,
perjanjian yang telah ditetapkan pemerintah, warga trans yang sudah menetap
selama enam bulan sudah bisa mendapatkan lahan usahanya.
”Tapi sejak awal tinggal di trans hingga sekarang, lahan usaha itu tidak
kita dapatkan. Ini yang menyebabkan teman-teman banyak pulang, bukan karena
banjir. Yang bertahan, adalah sekitar 150-an atau setengahnyalah,” ungkapnya
seraya mengaku yang bertahan tidak ada pilihan lain, karena kebanyakan keluarga
tidak ada lagi di tempat lain.
Dia menambahkan, bagi yang bertahan, menggantungkan hidup dengan menjadi
buruh bangunan, dan sebagian bekerja di PT IAL. ”Pastinya, kita sangat
mengharapkan lahan yang semestinya menjadi hak kita itu dikembalikan, dan kita
dapat mengolahnya untuk usaha tani,” imbuhnya.
Senada diungkapkan Sumardi, warga trans asal Madiun, Jawa Timur (Jatim),
memang benar banyak warga trans di UPT-nya tersebut meninggalkan tempat
tinggalnya, karena tidak memiliki lahan usaha I. ”Jujus Mas, kami yang tinggal
di sini ini semuanya petani, jadi kalau petani tidak mempunyai lahan itu gimana
Mas, kami sangat berharap kepada pemerintah agar memperjuangkan nasib kami ini,
supaya bisa hidup sama dengan orang lain,” tuturnya yang mengaku saat ini
bekerja sebagai kuli bangunan.