IRDESS, KAYUAGUNG, OKI – Puluhan
titik aktifitas tambang pasir atau galian C yang beroperasi di sepanjang Sungai
Komering Kabupaten OKI, tidak taat pajak. Dari 80 titik aktifitas tambang
pasir, hanya sekitar 26 pengusaha tambang pasir yang membayar pajak, sementara
sisanya tidak pernah membayar pajak.
Saat petugas penagih pajak, melakukan penagihan, pengusaha beralasan tidak
bisa bayar pajak karena kegiatan usahanya itu tidak rutin.
”Kita sudah intens melakukan penagihan tetapi mereka kebanyakan beralasan
bahwa usaha mereka itu tidak aktif secara rutin,” kata Kepala Dinas Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten OKI, Daud melalui Kasi
Penagihan, Dirman.
Pengusaha tambang pasir yang sampai saat ini taat bayar pajak masing-masing
beroperasi di Kecamatan Kayuagung, Tanjung Lubuk, SP Padang, Jejawi dan Teluk
Gelam.
”Mereka rutin membayar pajak setiap bulan, tetapi DPPKAD melakukan jemput
bola dalam penagihan pajak dengan mendatangi langsung tempat usaha,” ujarnya.
Untuk hitungan besaran pajak yang harus dibayar, menurut Dirman, untuk satu
kubik pasir pajak yang harus dibayar Rp3.750. ”Dalam satu bulan berapa banyak
tambang pasir itu menghasilkan, tinggal dikalikan saja. Pajak ini termasuk
dalam pajak mineral bukan logam dan batuan, atau lebih dikenal dengan pajak
galian C,” ungkapnya.
Dikatakannya, yang menjadi kendala dalam penagihan pajak tambang pasir ini,
yakni penambang pasir yang tidak melakukan aktifitas secara rutin.
”Sebelum ditagih pajak, kita melakukan pendataan terlebih dahulu, setelah
didata baru bulan depan kita lakukan penagihan pajak. Tapi saat petugas kita
datang ternyata usaha tambang pasir itu tidak beroperasi lagi,” terangnya.
Rata-rata untuk satu tambang menyetor pajak Rp150.000/bulan, sesuai dengan
jumlah pasir yang dihasilkan. Memang rata-rata hasil tambang pasir ini sedikit.
”Karena para pengusaha masih menggunakan alat penyedot tradisional, bukan
menggunakan alat berat, meski demikian kita terus berupaya agar para pengusaha
pasir yang lain bisa taat pajak,” jelasnya.
Menurut Kepala Badan Perizinan dan Penanaman Modal (BPPM) Kabupaten OKI,
Alamsyah, bahwa selain tidak taat pajak, tambang pasir yang beroperasi di
Kabupaten OKI juga tidak mengantongi izin.
”Mereka yang memiliki izin hanya yang beroperasi di wilayah perkantoran
saja, sementara yang beroperasi di desa-desa belum mengurus izin. Mereka seharusnya
mengurus perizinan seperti HO atau izin gangguan, kemudian Surat Izin Usaha
Perdagangan (SIUP), Surat Izin Tempat Usaha (SITU),” ungkapnya.
Seharusnya, ratusan tambang pasir tersebut juga menjadi salah satu objek
untuk menambah pendapatan asli daerah (PAD) pihaknya akan mensosialisasikan kepada para pengusaha penambang pasir untuk
mengurus izinnya.
”Kalau mereka memiliki surat izin, maka surat izin tersebut berlaku 5
tahun, setiap tahunnya kita bisa memperoleh pajak dari tambang pasir itu untuk
tambahan PAD,” bebernya.
Dalam aktifitasnya penambang pasir harus mengatur jarak lokasi penambangan
dengan bangunan seperti jembatan, kapasitas mesin penyedot pasir juga dibatasi.
Sesuai aturan dari Kementerian Pekerjaan Umum (PU) kapasitas mesin diesel tak
boleh melebihi 25 PK.