Kamis, 05 Desember 2013

KABUPATEN OKI ENDEMIS KAKI GAJAH


IRDESS, KAYUAGUNG, OKISedikitnya lima kecamatan dalam wilayah Kabupaten OKI termasuk endemis penyakit kaki gajah atau filariasis. Hal ini dengan survey yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI, sehingga Kabupaten OKI menjadi daerah sasaran pengobatan massal dari program United States Agency for International  Development (USAID) terhitung tahun 2013 hingga 2017 mendatang.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) OKI, dr Mgs HM Hakim MKes mengatakan, dalam rangka Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP) penyakit kaki gajah (Filariasis) tahun 2013 di Kecamatan Tanjung Lubuk, Kabupaten OKI, kemarin (4/12).
“Ada lima kecamatan di OKI yang termasuk endemis kaki gajah, yakni Kecamatan Tanjung Lubuk, Kayuagung, Teluk Gelam, SP Padang dan Kecamatan Cengal,” ujar dr Hakim.
Oleh sebab itu, kata dr Hakim, Dinkes Kabupaten OKI, telah melakukan langkah-langkah untuk melakukan pencegahan dan pengobatan.
“Salah satu upaya pencegahan itu adalah dengan cara pemberian obat filariasis kepada warga di beberapa Kecamatan di wilayah OKI yang termasuk endemis penyakit kaki gajah, seperti yang kita lakukan sekarang ini,” katanya.
Dijelaskannya, saat ini pihaknya dibantu ole USAID yakni organisasi kesehatan di bawah World Health Oganization (WHO) yang menggelar program pengobatan masal terhadap penderita kaki gajah.
“Program pengobatan massal itu dilakukan selama 5 tahun, dimulai dari tahun 2013 sampai tahun 2007 nanti,” terangnya.
Ditambahkannya, pengobatan dilakukan dengan cara memberikan obat kepada para orang yang positif terinfeksi filariasis.
“Target kita, obat itu memang betul-betul dikonsumsi oleh 80 persen penderita. Jika konsumsi obat tercapai 80 persen, maka program tersebut dianggap berhasil, jika dari hasil survey ternyata hanya tercapai 60 persen, maka program itu dianggap belum berhasil,” jelasnya.
Target tersebut merupakan target setiap tahun dari tahun pertama hingga tahun ke lima. Pada 2013 ini merupakan tahun pertama dan setiap tahunnya pemberian obat itu akan disurvey, sehingga obat benar-benar dikonsumsi oleh warga yang positif terinfeksi filariasis.
“Diharapkan dari program pengobatan massal ini dapat menekan angka penderita kaki gajah di OKI,” bebernya.
Dalam dunia kesehatan, penyakit kaki gajah yang biasa disebut sebagai filariasis atau elephantiasis, yang merupakan golongan penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria. Penyakit ini ditularkan melalui nyamuk yang menghisap darah seseorang yang telah tertular sebelumnya.
“Darah yang terinfeksi dan mengandung larva akan ditularkan ke orang lain pada saat nyamuk yang terinfeksi menggigit atau menghisap darah orang tersebut. Karena hal inilah filariasis dapat menular dengan sangat cepat, makanya kita juga sangat serius dalam menekan angka penderita kaki gajah di OKI ini,” terangnya.
Plh Bupati OKI, Ir H Ruslan Bahri menyampaikan, bahwa hampir di seluruh wilayah Indonesia adalah daerah endemis penyakit kaki gajah.
“Walaupun di OKI tidak begitu banyak penderita kaki gajah, Pemkab OKI tetap mendukung program nasional yaitu eliminasi filariasis agar masyarakat Bumi Bende Seguguk terbebas dari bahaya penyakit filariasis,” ujar Ruslan Bahri saat membuka kegiatan pencanangan pemberian obat filariasis secara massal dari OKI kemarin (4/12).






70 PERSEN KENA MALARIA


IRDESS, INDRALAYA, OI – Untuk sementara waktu Dinas Kesehatan (Dinkes) Ogan Ilir (OI) menyimpulkan, 36 mahasiswa Fakultas Ilmu Kelautan Universitas Sriwjaya (Unsri) yang sebelumnya diduga mengidap penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), dan satu meninggal dunia, dinyatakan 70 persen diserang penyakit Malaria.
Hal ini diungkapkan langsung Kepala Dinkes Kabupaten OI, H Kosasi melalui Kepala Bidang (Kabid) Pemberantasan Penyakit, dan Penyehatan Lingkungan Dinkes Kabupaten OI Hendra Kudeta.
Menurut Hendra, dari hasil sementara yang mereka terima di klinik Unsri menyatakan 36 mahasiswa yang diduga terjangkit DBD, dan satu diantaranya meninggal dunia, semuanya dikategorikan terserang Malaria.
“Penyakit ini bukan datang dari tempat kita (OI) melainkan mereka dapat saat mengikuti kegiatan kampus di Lampung. Itu juga bukan DBD, melainkan penyakit 70 persen Malaria,” ujarnya ditemui Irdess Sumsel, Rabu (4/12).
Langka selanjutnya kata Hendra, pihaknya juga sudah menerjunkan tim untuk mengecek hasil pemeriksaan laboratorium di masing-masing rumah sakit tempat mahasiswa dirawat. “Kemungkinan hasil lab ini baru bisa diketahui Senin (9/12) nanti. Ya, jadi Senin nanti hasil 100 persen penyakit apa yang mereka idap akan kita umumkan,” terang pria berkacamata ini.
Terpisah, Rahmat Adi Filipus yang turut ikut dalam kegiatan kampus tersebut mengatakan, bahwa sebanyak lebih dari 50 orang mahasiswa angkatan 2009, 2010, 2011 dua pekan lalu mengikuti praktikum perairan di laut yaitu Pulau Pahawang, Lampung, 9-13 November. “Setelah itu dua minggu kemudian akhirnya banyak mahasiswa yang sakit bahkan ada yang meninggal,” ujarnya.
Selain itu imbuh Rahmat, banyak juga teman-temannya menderita penyakit yang sama. Banyak dirujuk ke rumah sakit besar di Palembang. “Kita juga masih bingung sakitnya itu darimana apakah dari praktikum lapangan atau lingkungan kampus dan kos, tapi yang heran kok hanya anak Prodi Ilmu Kelautan yang sakit,” tuturnya.
Sementara itu mahasiswa semester 7 bernama A Restu Pranana asal Bengkulu Selatan menambahkan, dari 35 siswa tersebut yang masih dirawat di RS adalah Ardi Wiranata Tarigan semester 7 dirawat di RS Myria, Mikael Arafenta Ginting di RS RK Charitas, Anita Puspita Dewi di RSMH, Dwiwana di RS Muhammadiyah, Ali di RSUD Sekayu, Rechi komplikasi DBD, Kuning, Malaria dirawat di RSUD Lampung.
“Kalau dosen lumayanlah perhatiannya, membawakan makanan, mengantarkan ke Rumah Sakit, bahkan mengurusi asuransi Bumiputera, Cuma belum diklaim soalnya itukan asuransi kecelakaan. Dosen standbye respeklah. Kita juga khawatir dengan kondisi ini bahkan sampai ke klinik cek darah,” paparnya.
Ketua Jurusan Prodi Ilmu Kelautan Unsri, Heron Subakti mengaku prihatin dengan peristiwa tersebut bahkan pihaknya sudah meminta bantuan kepada Dinkes OI. “Ke-35 mahasiswa sudah di RS sisanya pulang berobat jalan, kita sangat terpukul apalagi sampai mahasiswa yang juga asisten dosen sampai meninggal yaitu Candra Sitohang (23). Jenazahnya sudah dikirimkan Jum’at (29/11) lalu menggunakan pesawat, semua biayanya RS ditanggung Unsri,” paparnya.
“Untuk meminimalisir korban 120 mahasiswa Kelautan kita wajibkan cek darah, tujuannya agar cepat dapat diobati penyakitnya. Kita juga masih belum menerima keterangan dokter apakah malaria, dbd atau typus,” sambungnya.
Diberitakan sebelumnya, sedikitnya 36 orang Mahasiswa Fakultas Ilmu Kelautan, Universitas Sriwijaya (Unsri) Indralaya diduga kuat terjangkit penyakit demam berdarah dengue (DBD). Bahkan seorang diantaranya meninggal dunia, dan sudah diterbangkan ke tanah kelahirannya di Medan, Sumatera Utara (Sumut).
Ke-36 mahasiswa tersebut dari berbagai semester, mulai dari semester III, V, VII, hingga semester IX, satu yang meninggal dari semester IX bernama Candra Sitohang (23), warga Medan ngekos di Perumahan Persada.