Senin, 04 November 2013

MANFAATKAN PERAHU UNTUK MENYEBERANG


IRDESS, INDRALAYA, OI –  Warga dari berbagai desa khususnya di dalam Kecamatan Pemulutan Selatan, Kabupaten Ogan Ilir (OI) sudah bertahun-tahun memanfaatkan perahu untuk menyeberang ke Desa Ulak Standing, Desa Pematang Bangsal, Segayan, Mayapati, dan Aur Standing. Bahkan kondisi ini sudah terjadi sejak OI belum dimekarkan dan masih menginduk di Kabupaten OKI.
Ironisnya lagi, warga melalui pemerintah desa setempat sudah berulang kali mengusulkan untuk dibuatkan jembatan penyeberangan. Namun sampai Kabupaten OI dimekarkan, tak kunjung direalisasikan.
Warga menilai Pemerintah Kabupaten (Pemkab) OI, khususnya Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bina Marga (BM) OI terkesan tutup mata melihat kondisi demikian.
Padahal untuk menyeberang dengan menggunakan perahu memerlukan waktu sekitar 10 menit, karenanya sebagian besar warga berharap Pemkab OI melalui Dinas PU BM OI dapat segera membangun akses vital tersebut.
”Ya, beginilah kondisi kehidupan kami disini. Setiap warga yang hendak menuju ke Desa Aur Standing, Segayam, Mayapati dan desa lainnya harus menyeberang melalui sungai ini. Kami sudah berpuluh tahun memanfaatkan perahu untuk menyeberang,” ujar Amir (27), warga Desa Ulak Aur Standing, Kecamatan Pemulutan Selatan, kemarin (3/11).
Untuk satu kali menyeberang menggunakan perahu, masih kata Amir, dipungut biaya sebesar Rp1.000 per orang. Sementara untuk sepeda motor berikut satu orang pengendara dikenakan Rp5.000 sekali.
Sebenarnya, lanjutnya, ada jalan alternatif yang dapat digunakan warga untuk menuju ke desa lain tanpa harus menggunakan perahu yakni dengan melewati Desa Pegayut.
Namun jarak yang haru ditempuh jika melintasi Desa Pegayut sekitar 10 kilometer. Sementara warga menggunakan perahu hanya memerlukan waktu selama 10 menit.
”Ada jalan alternatif. Tapi sangat jauh sehingga warga lebih memilih menggunakan perahu,” tuturnya.
Hal senada juga dilontarkan Sangkut, warga Desa Aur Standing, dirinya mengaku profesi sehari-hari warga disini hanya mengandalkan cocok tanam padi dan mencari iklan.
”Disini rawan sekali kriminalitas. Bayangkan saja masyarakat hanya mengandalkan satu kali panen saja. Setelah itu menganggur. Ya, seharusnya juga pemerintah dapat memberikan lebih seperti pembangunan infrastruktur jembatan yang baik sehingga memudahkan warga menyeberang dan pekerjaan yang layak kepada masyarakat,” tuturnya.
Diakuinya, kerap kali masyarakat menyampaikan permintaan kepada Kades untuk dibuatkan jembatan, baik melalui musrenbang desa, kecamatan hingga kabupaten. Namun sampai saat ini tidak direalisasikan.
”Memang sekarang ini pemerintah fokus membangun gedung perkantoran yang megah. Tapi pembangunan yang kecil dan lebih vital jangan pula dikesampingkan. Akibatnya masyarakat sendiri yang dirugikan,” terangnya.
Sementara itu, pengemudi ketek penyeberangan, Usman mengaku, tidak mudah mendapatkan pekerjaan sebagai yang didapatnya. Untuk mendapatkan pekerjaan ini harus merogo kocek Rp600 juta.
”Sistem ambil jasa penyeberangan melalui ketek ini, sistem lelang setiap tahun harus keluar uang Rp60 juta. Enak kalau kita sendiri yang ambil alih, Rp60 juta itu harus dikeluarkan tiga pemenang lelang. Nanti, hasilnya kita dapat jatah sip, dari tiga pemenang dalam sebulan dapat satu minggu jalan,” paparnya.
Untuk pendapatan perhari, lanjutnya, cukup menggiurkan, dalam sehari dirinya berhasil mengantongi Rp 1 juta. ”Itu kotor, bersihnya 800 ribu, ya lumayanlah,” terangnya seraya mengaku, jika tidak sistem lelang pasti akan terjadi keributan, tentunya banyak sekali yang ingin menjadi taksi ketek.
Menyikapi hal itu, Kepala Dinas PUBM OI, Muhsin Abdullah saat dikonfirmasi mengenai permintaan warga perihal pembangunan jembatan penyeberangan di desa dalam Kecamatan Pemulutan Selatan enggan berkomentar.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar