IRDESS, KAYUAGUNG, OKI – Dinas Pendidikan
(Diknas) Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), mengakui belum melakukan
sosialisasi tentang Undang-Undang No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Akibat
kekurangtahuan warga inilah disinyalir masih ditemukan kekerasan fisik terhadap
murid oleh oknum guru di Bumi Bende Seguguk, seperti yang dilakukan Saherni
(50), guru Matematika SDN Desa Anyar Kecamatan Kayuagung yang mencubit muridnya
hingga menjadi terdakwa di Pengadilan Negeri Kayuagung.
Sekretaris Diknas OKI, Dedi Rusdianto mengatakan, adanya kekerasan terhadap
salah satu siswi di SD Desa Anyar yakni Eka Ratu Anggraini. Walaupun dengan
cara mencubit, hal ini akibat minimnya pengetahuan guru terhadap Undang-Undang
No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. ”Bahwa saat ini tidak ada lagi
istilah menghukum siswa dengan cara kekerasan fisik, karena hal itu melanggar
UU perlindungan anak,” ujar Dedi kepada Media Irdess, Selasa (19/8).
Meski undang-undang perlindungan anak belum disosialisasikan secara khusus
ke sekolah-sekolah, menurut Dedi, sebenarnya dari Diknas sudah ada tata
tertib yang diberikan kepada
sekolah-sekolah agar para guru saat memberikan hukuman tidak boleh melakukan kekerasan
fisik, karena hal itu sudah tidak dibenarkan lagi.
”Kalau zaman dulu memang guru sudah hal biasa murid dipukul pakai mistar
dijewer dan sebagainya, tetapi hal itu tidak dibenarkan lagi untuk sekarang
ini,” ungkapnya.
Terkait belum disosialisasikan UU perlindungan anak tersebut, lanjutnya,
hal itu kewenangan dari Komisi Pelindungan Anak Indonesia (KPAI). ”Tetapi saat
ini di OKI belum ada KPAI, bahkan pihak KPAI Sumsel belum ada koordinasi dengan
kita terkait sosialisasi UU perlindungan anak ke sekolah-sekolah,” tambahnya.
Pihaknya sangat menyayangkan, adanya kejadian tersebut bahkan kasus
tersebut sampai ke meja pengadilan. ”Kami sangat menyayangkan mengapa kasus ini
sampai ke pengadilan, kasus ini sebenarnya bisa diselesaikan secara
kekeluargaan, tapi kenapa bisa ke meja pengadilan, kami mengimbau kepada
seluruh sekolah di OKI jika terjadi masalah seperti itu harus segera
diselesaikan secara kekeluargaan saja, jangan sampai ke meja pengadilan,”
bebernya.
Diknas juga mempertanyakan pihak sekolah yang tidak mengkoordinasikan
kejadian tersebut ke Diknas. ”Sejak awal pihak sekolah tidak pernah ada
koordinasi dengan kami terkait kasus ini, mungkin dia sudah lapor ke UPTD
tetapi tidak sampai ke kepala dinas, sehingga kita belum memberikan
pendampingan terhadap terdakwa sebagai salah satu tenaga pengajar di SD Desa
Anyar,” tukasnya.
Diharapkan kepada seluruh guru di OKI, dalam memberikan hukuman kepada
murid dengan cara-cara yang mendidik. ”Kalau memang murid tersebut tidak bisa
menjawab soal jangan dihukum fisik, hukumlah dengan cara mendidik seperti
memberikan soal tambahan atau yang lainnya,” tandasnya.
Sementara itu terdakwa Saherni yang sebelumnya memang tidak ditahan oleh
pengadilan mengatakan, dirinya tidak ada sama sekali niat untuk menyakiti apalagi
menganiaya para siswanya, yang dilakukannya semata-mata untuk mendidik para
muridnya agar dapat lebih giat lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar