IRDESS, INDRALAYA, OI – Belum satu jam berjalan, atau baru dilepas
pukul 16.30 WIB, Minggu (10/11) di perkantoran Pemerintah Kabupaten (Pemkab)
Ogan Ilir (OI), tepatnya di KM 35, Jalan Lintas Timur (Jalintim), aksi puluhan
petani yang mengklaim tanahnya dirampas pihak perusahaan yang ada di Kabupaten
OI kontan memacetkan jalan.
Tak tanggung-tanggung, baru satu jam berjalan, Jalintim sudah dibuatnya
macet hingga lebih kurang 10 KM, tepatnya mulai dari depan Kantor Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) hingga
Desa Lubuk Sakti. Bukan tidak mungkin, jika aksi ini terus berlanjut, Jalintim
akan macet total.
”Sayang sekali para pendemo itu, dimanfaatkan orang yang mencari kepentingan
pribadi semata. Jika mau menuntut, yang katanya lahan mereka diserobot,
harusnya ditempuh dengan cara-cara yang bagus. Ya, aksi ini menurut mereka
bagus, tapi mereka tidak memikirkan dampaknya. Contohnya, macet seperti ini,”
keluh salah satu pengemudi angkutan umum, Mamat.
Sementara itu, ratusan petani yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pasal
33 UUD 1945 (GNP 33) menggelar aksi jalan kaki menuju ke Jakarta menuntut hak
atas pengelolaan sebagian tanah yang dikuasai PTPN VII Cinta Manis.
”Ada lebih dari 500 petani melakukan aksi jalan kaki ke Jakarta dengan
start dari Pemkab OI rute Indralaya, Kayuagung, Mesuji Lampung, Banten hingga
Jakarta. Semua petani semangat guna memperjuangkan hak atas tanah yang dikuasai
PTPN,” ujar Juru Bicara Gerakan Petani Penesak Bersatu (GPPB) Sumsel, Eka
Subakti, kemarin.
Pihaknya juga menuntut agar pemerintah menyelesaikan konflik lahan antara
petani 22 desa atau sekitar 6.000 KK (Kepala Keluarga) dengan PTPN VII Unit
Usaha Cinta Manis. Di samping itu, pihaknya juga meminta KPK untuk mengusut
tuntas dugaan pidana korupsi yang dilakukan PTPN VII Cinta Manis terkait
pengelolaan SDA.
”Semangat petani menyuarakan penyelesaian konflik lahan PTPN tetap berkobar
hingga tuntutan petani yakni sebagian lahan yang dikuasai PTPN dikembalikan ke
masyarakat,” jelasnya.
Dia menilai selama ini tata kelola sumber daya alam (SDA) memang sangat
neoliberal. Disini fungsi utama pemanfaatan kekayaan SDA seperti tanah
sepenuhnya untuk kepentingan bisnis. Sementara fungsi sosialnya sesuai dengan
apa yang diamanatkan UU Pokok Agraria Nomor 5/1960 terabaikan.
Untuk itu, sehubungan dengan peringatan hari pahlawan, masih kata dia,
pihaknya menuntut pengelolaan sumber daya alam dapat dikembalikan sesuai
ketentuan pasal 33 Undang-Undang 1945 dan UU Pokok Agraria No 5/1960.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar