Senin, 11 November 2013

AKSI PETANI JALAN KAKI KE JAKARTA MACETKAN JALINTIM


IRDESS, INDRALAYA, OI –  Belum satu jam berjalan, atau baru dilepas pukul 16.30 WIB, Minggu (10/11) di perkantoran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ogan Ilir (OI), tepatnya di KM 35, Jalan Lintas Timur (Jalintim), aksi puluhan petani yang mengklaim tanahnya dirampas pihak perusahaan yang ada di Kabupaten OI kontan memacetkan jalan.
Tak tanggung-tanggung, baru satu jam berjalan, Jalintim sudah dibuatnya macet hingga lebih kurang 10 KM, tepatnya mulai dari depan Kantor Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) hingga Desa Lubuk Sakti. Bukan tidak mungkin, jika aksi ini terus berlanjut, Jalintim akan macet total.
”Sayang sekali para pendemo itu, dimanfaatkan orang yang mencari kepentingan pribadi semata. Jika mau menuntut, yang katanya lahan mereka diserobot, harusnya ditempuh dengan cara-cara yang bagus. Ya, aksi ini menurut mereka bagus, tapi mereka tidak memikirkan dampaknya. Contohnya, macet seperti ini,” keluh salah satu pengemudi angkutan umum, Mamat.
Sementara itu, ratusan petani yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pasal 33 UUD 1945 (GNP 33) menggelar aksi jalan kaki menuju ke Jakarta menuntut hak atas pengelolaan sebagian tanah yang dikuasai PTPN VII Cinta Manis.
”Ada lebih dari 500 petani melakukan aksi jalan kaki ke Jakarta dengan start dari Pemkab OI rute Indralaya, Kayuagung, Mesuji Lampung, Banten hingga Jakarta. Semua petani semangat guna memperjuangkan hak atas tanah yang dikuasai PTPN,” ujar Juru Bicara Gerakan Petani Penesak Bersatu (GPPB) Sumsel, Eka Subakti, kemarin.
Pihaknya juga menuntut agar pemerintah menyelesaikan konflik lahan antara petani 22 desa atau sekitar 6.000 KK (Kepala Keluarga) dengan PTPN VII Unit Usaha Cinta Manis. Di samping itu, pihaknya juga meminta KPK untuk mengusut tuntas dugaan pidana korupsi yang dilakukan PTPN VII Cinta Manis terkait pengelolaan SDA.
”Semangat petani menyuarakan penyelesaian konflik lahan PTPN tetap berkobar hingga tuntutan petani yakni sebagian lahan yang dikuasai PTPN dikembalikan ke masyarakat,” jelasnya.
Dia menilai selama ini tata kelola sumber daya alam (SDA) memang sangat neoliberal. Disini fungsi utama pemanfaatan kekayaan SDA seperti tanah sepenuhnya untuk kepentingan bisnis. Sementara fungsi sosialnya sesuai dengan apa yang diamanatkan UU Pokok Agraria Nomor 5/1960 terabaikan.
Untuk itu, sehubungan dengan peringatan hari pahlawan, masih kata dia, pihaknya menuntut pengelolaan sumber daya alam dapat dikembalikan sesuai ketentuan pasal 33 Undang-Undang 1945 dan UU Pokok Agraria No 5/1960.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar